Image Hosted by UploadHouse.com

Sensitivitas Kepada Teguran

on Kamis, 03 September 2009




Oleh: Francois M. Fenelon

"Sensitivitas kepada Teguran adalah Tanda Pasti bahwa kita membutuhkannya"

Saya tentu saja mau Anda memiliki ketenangan batin. Tetapi saya kira Anda tahu bahwa ketenangan ini tidak eksis melainkan bagi yang rendah hati. Dan tidak ada kerendah hatian yang sejati melainkan hal itu dihasilkan oleh Tuhan di dalam setiap situasi. Ini terutamanya benar dalam situasi-situasi dimana kita dipersalahkan karena sesuatu hal oleh orang yang tidak berkenan terhadap kita, dan juga saat kita menyadari kelemahan batin kita. Tetapi sebaiknya kita terbiasa menghadapi pencobaan-pencobaan ini karena kita akan berulang kali diperhadapkan dengan hal-hal ini.

Tanda yang pasti bagi kerendahhatian yang dilahirkan dari Tuhan adalah saat kita tidak lagi dikagetkan dengan koreksi oleh orang lain, atau kaget karena hati kita menolaknya. Seperti anak-anak kecil, kita tahu dengan baik bahwa orang yang mengoreksi kita itu benar, tetapi kita juga harus dengan rendah hati mengakui fakta bahwa kita tidak dapat, oleh diri kita sendiri, membuat koreksi yang diperlukan itu. Kita tahu siapa kita, dan kita tidak punya pengharapan untuk menjadi lebih baik melainkan melalui rahmat Tuhan. Teguran-teguran dari orang lain, keras dan seolah-olah tidak berperasaan, sebenarnya kurang dari apa yang kita sesungguhnya layak terima. Jika kita menemukan diri kita memberontak dan marah, kita harus memahami bahwa sikap lekas marah pada saat dikoreksi itu jauh lebih parah dari semua kelemahan kita dijumlahkan. Dan jika demikian keadaannya, kita tahu bahwa koreksi itu tidak akan menjadikan kita lebih rendah hati. Jika kita menyimpan dendam karena ditegur itu justru menunjukkan betapa kita membutuhkan teguran itu. Pada kenyataannya, sengat teguran tidak akan dirasakan jika manusia lama kita sudah mati. Jadi, semakin teguran itu menyakitkan, semakin kita sebetulnya membutuhkannya.

Saya mohon maaf jika saya sudah berkata terlalu keras. Tetapi tolonglah jangan meragukan kasih saya terhadap Anda. Ingatlah bahwa apa yang saya katakan itu tidaklah berasal dari saya. Hal itu dari Tuhan. Dan tangan Tuhanlah yang memakai saya untuk memberikan satu pukulan yang menyakitkan kepada “si aku” yang sedang memberikan Anda begitu banyak masalah. Jika saya telah menyebabkan Anda merasa sakit, ingatlah bahwa rasa sakit itu membuktikan bahwa saya telah menyentuhkan titik yang sensitif di dalam diri Anda. Jadi tunduklah kepada Tuhan dan terimalah semua penanganan-Nya terhadap diri Anda, dengan demikian Anda akan dengan segera memperoleh damai dan ketenangan di dalam jiwa Anda.

Anda telah seringkali memberitahu orang lain tentang pentingnya penyerahan kepada Tuhan. Sekarang, sangatlah penting bagi Anda untuk mengambil nasihat Anda sendiri. Oh, betapa indahnya kasih karunia yang akan turun ke atas Anda jika Anda dapat seperti seorang anak kecil menerima semua koreksi dan teguran yang Tuhan pakai untuk membuat Anda rendah hati dan tunduk. Saya berdoa agar Dia akan sepenuhnya membinasakan kehidupan “si-aku” di dalam Anda agar “si aku” itu sama sekali tidak lagi ditemukan.

Konsekuensi Sebuah Pilihan


Oleh: Leonard Bengs

Ulangan 30:19-20 "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini:kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihanlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka"

Siapapun orangnya, jika diperhadapkan dengan pilihan seperti diatas, pasti akan memilih kehidupan bukan kematian dan memilih berkat dari pada kutuk. Namun kita harus tahu jika kita memilih kehidupan dan berkat, maka ada hal-hal yang harus kita lakukan, yaitu :

1. Mengasihi Tuhan Allah (termasuk menyenangkan hati-Nya)
2. Mendengarkan suara-Nya (termasuk melakukan firman-Nya)
3. Berpaut pada Tuhan (selalu rindu untuk selalu bersama Tuhan)

Bila kita melakukan hal-hal di atas, maka Tuhan sendiri yang akan memberikan tanah perjanjian dan umur yang panjang kepada kita.

Anjing Ternyata Bisa Marah Juga

on Selasa, 05 Mei 2009


Bacaan: Kejadian 3:1-19

Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku ...- Kej 3:12


Seorang pria dengan wajah kusut dan muka muram pulang ke rumahnya. Setibanya di rumah, seperti biasanya ia mengetuk pintu, lalu ketika isterinya membuka pintu sedikit lebih lama maka ia marah besar. Aneh memang tapi itulah yang terjadi, si isteri dimaki habis-habisan hanya gara-gara sedikit terlambat membuka pintu. Isterinya menjadi jengkel tapi tak bisa melawan itu sebabnya ia menumpahkan kemarahannya kepada anaknya yang secara tak sengaja melakukan sedikit kesalahan.

Si anak pun jadi ngambek tapi juga tak berani melawan ibunya yang terlihat begitu angker. Akibatnya pun bisa ditebak, si anak lalu menumpahkan kemarahannya kepada si pembantu. Meski si pembantu jadi emosi dalam hati, tapi sangat tidak mungkin seorang pembantu berani melawan anak majikan. Itu sebabnya si pembantu menumpahkan kemarahannya kepada anjing peliharaan keluarga itu dengan cara tidak memberi makan selama satu minggu! Karena lapar dan sangat jengkel karena merasa jadi korban, si anjing akhirnya menggigit tamu yang kebetulan berkunjung sebagai ungkapan kemarahannya. Anjing ternyata bisa marah juga!

Dalam pengertian populer itulah yang disebut displacement of aggression, atau pengalihan agresi. Menumpahkan kesalahan kepada obyek pengganti yang levelnya ada di bawahnya. Tentu ini adalah perilaku yang tidak baik dan sama sekali tidak Alkitabiah. Kita selalu diajarkan untuk bertanggung jawab atas diri kita sendiri, bukannya melemparkan kesalahan atau menumpahkan kemarahan kepada orang lain yang levelnya ada di bawah kita. Mentalitas yang seperti ini hanya menciptakan orang-orang yang suka mencari kambing hitam. Dia yang berbuat, tapi dia juga yang melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain. Seperti ketika Adam melemparkan kesalahan kepada Hawa, lalu Hawa juga melemparkan kesalahan kepada si ular.

Mari bersikap adil dan jujur terhadap diri sendiri. Kalau memang yang sedang bermasalah kita, bukankah harusnya kita segera membereskan masalah itu dan bukannya mencari tong sampah untuk menumpahkan kejengkelan dan kemarahan kita. Sunggguh tidak adil kalau orang-orang di sekeliling kita harus menerima luapan emosi kita, sementara mereka sebenarnya tak melakukan sesuatu yang setimpal dengan kemarahan yang mereka terima.

Anda sedang jengkel dan marah pada hari ini. Tahanlah diri Anda untuk tidak menumpahkan
kejengkelan dan kemarahan Anda kepada orang lain.